Kamis, 14 November 2013

Hubungan antara Peran dan Status Sosial dengan Kesetaraan Gender

Hubungan antara Peran dan Status Sosial dengan Kesetaraan Gender


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kedudukan atau status social merupakan posisi seseorang seecara umun dalam masyarakat dalam
hubungannya dengan orang lain. 
Posisi seseorang menyangkut lingkungan pergaulan, prestige, hak-hak, dan kewajiban.
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam satu pola kehidupan.
Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang
berasal dari pola pergaulan hidupnya, hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilakuan
seseorang, disamping itu peran menyebabkan dapat meramalkan perbuatan orang lain pada
batas tertentu, sehingga orang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku
orang-orang sekelompoknya. Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat (social-position) merupakan unsure statis yang menunjukan tempat individu
dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi,
artinya seseorang menduduki posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran.
Beragam status yang dimiliki seseorang dapat menimbulkan pertentangan atau
konflik status. Konflik status adalah konflik batin yang dialami seseorang sebagai akibat adanya
beberapa status yang dimilikinya yang saling bertentangan. Seiring adanya konflik antara
kedudukan-kedudukan, maka ada juga konflik peran (conflict of role) dan bahkan pemisahan
antara individu dengan peran sesungguhnya harus dilaksanakan (roledistance). Role distance terjadi apabila si individu merasakan dirinya tertekan, karena merasa dirinya
tidak sesuai untuk melaksanakan perannya yang diberikan masyarakat kepadanya,
sehingga tidak dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan
diri. Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah
memberikan arah pada proses sosialisasi, pewarisan tradisi, kepercayaan, nila-nilai,
norma-norma dan pengetahuan, dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat,dan
menghidupkan system pengendali control sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan
status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status social atau sebaliknya.
Peran social bersifat dinamis sedangkan status social bersifat statis. Dalam masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang berdasarkan
norma-norma yang berlaku di masyarakat.

B.Rumusan Masalah
·         Apa pengertian peran sosial?
·         Apa pengertian status sosial?
·         Bagaimana hubungan antara peran dan status sosial dengan kesetaraan gender?


BAB II
PEMBAHASAN
A.PERAN SOSIAL
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang yang
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut :
1.Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2.Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yan dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3.Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur social.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam
masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat(social posistion) merupakan
unsure statis yang menunjukan tempat individu dalam masyarakat.
Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai
suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Dalam peranan yang berhubungan
dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban
yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya.
 Gross, Masson, dan McEachren mendefisikan peranan sebagai seperangkat
harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan
social tertentu.
Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma social dan oleh
karena itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.
Selanjutnya Berry mengungkapkan bahwa di dalam peranan terdapat 2 macam
harapan,yaitu:
1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari
pemegang peran,dan
2) harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peran terhadap masyarakat
atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan
perannnya atau kewajiban-kewajibannya.

Sedangkan Hendropuspito mengungkapkan bahwa istilah peranan
(dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi dialihkan ke panggung sandiwara,
diberi isi dan fungsi baru yang disebut peranan social. Istilah peranan menunjukan bahwa masyarakat mempunyai lakon, bahkan
masyarakatlakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon yang masih actual,
lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan pementasannya diserahkan
kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau
tugas masyarakat.
Jadi peran social adalah bagian dari fungsi social masyarakat. Kata social dalam
peranan social mengandung maksud bahwa peranan tersebut terdiri atas sejumlah
pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang.
Bertolak dari sudut pandang diatas, peranan social dapat didefinisikan sebagai
bagian dari fungsi social masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok
tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.

Dari analisis pengertian peranan social, dapat disimpulkan bahwa :
1) peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat,
 2)  peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan,
 3)  peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, 
4)  pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat, 
5)  dalam peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat, dan
 6)  dalam peranan sosial ada gaya khas tertentu.

Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah
1) aspek dinamis dari kedudukan,
2) perangkat hak-hak dan kewajiban, 
3) perilaku actual dari pemegang kedudukan, dan
4) bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang.

Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu tunggal pun
orang yang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat peran.
Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukan bahwa satu tidak
hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling 
berhubungan dan cocok.

B.STATUS SOSIAL
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status 
merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah
lakunya. Status social sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat
seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua system social, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT,
Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dan sebagainya. Status social adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam
masyarakatnya (menurut Ralph Linton).  Orang yang memiliki status social yang tinggi
akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan status 
sosialnya rendah.
1.Ascribed Status
Ascribed Status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta,
golongan, keturunan, suku, usia, dan sebagainya.
2.Achieved Status
Achieved Status adalah status social yan didapat seseorang karena kerja keras dan
usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu harta kekayaan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dll.
3.Assigned Status
Assigned Status adalah status social yag dieroleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat
yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat.
Contoh seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
Kadangkala seseorang atau individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang
disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut
berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul
apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status social
seseorang adalah timbulnya konflik status.

Macam-macam Konflik Status :
a).Konflik Status Individual:
Konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
contoh : - Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.
- Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.
b).Konflik Status Antar Individu :
Konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena
status yang dimilikinya.
Contoh : - Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga.
-Tono bertengkar dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari
kakak mereka.
c).Konflik Status Antar Kelompok :
Konflik kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.
Contoh: - Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan
departemen yang lain. DPU ( Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab 
terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN
(Perusahaan Listrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru.
Pada waktu membuat jaringan tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM
karena merusak jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
karena membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam
melaksanakan statusnya masing-masing.

 C.HUBUNGAN PERAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN KESETARAAN GENDER
Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada
akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada
jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah. 
Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah
sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa berbagai pembedaan
tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai
sosial budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat (Kantor Men. UPW, 1997).
Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran
laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya.
Dengan sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat
yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.

Berikut ini beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1)   Gener adalah peran social dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan
(Suprijadi dan Siskel, 2004)
2)  Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang
dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu
tertentu (WHO,2001).
3)  Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab social bagi perempuan dan laki-laki
yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4)  Gender adalah jenis kelamin social atau konotasi masyarakat untk menentukan peran
social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).

Berikut ini adalah teori tentang gender, antara lain :
1)Teori Kodrat Alam
Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang
gender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi 2 yaitu :
1)Teori Nature
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu
dipermasalahkan
2)Teori Nurture
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati,
sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan.

2)Teori Kebudayaan
Teori ini memandang gender sebagai akibat dari kontruksi budaya
(Suryadi dan Idris, 2004). Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap
perempuan karena kontruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan
hasil proses budaya masyarakat yang membedakan peran social laki-laki dan perempuan.
Pemilahan peran social berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan
dilatihkan.

3)Teori Fungsional Struktural
Berdasarkan teori ini munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran social
dimasyarakat sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai social ekonomi masyarakat.
Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan peran seseorang tidak
mengacu kepada norma-norma kehidupan social yang lebih banyak mempertimbangkan
factor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan
(Suryadi dan Idris, 2004).

Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik
setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam mayarakat 
tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya setempat sebagai warga
negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender dalam masyarakat.
Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk
perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh,
namun dalam konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan, hingga saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan
perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman budaya setempat,
terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki kontribusi yang kuat
dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki
atas perempuan. Hal ini terjadi pada perempuan di Dusun Kalitengah Lor,
Glagahardjo, Cangkringan, Sleman, seluruhnya ikut bekerja dengan mengandalkan
kekuatan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan ikut melakukan
kegiatan pertanian, peternakan bahkan mencari pasir dan batu. Lahan pertanian
merupakan sumberdaya andalan sebagai sumber pendapatan guna memenuhi
kebutuhan rumah tangganya.
Seluruh lahan garapan berupa lahan kering ditanami rumput dan kayu, lahan  dekat
pemukiman biasan ditanami polowijo seperti  ketela, jagung dan sedikit sayuran untuk
konsumsi sendiri. Seluruh perempuan mempunyai mata pencaharian sebagai petani
dan peternak sebagai mata pencaharian pokok dan perempuan yang mempunyai mata
pencaharian tambahan mencapai 48,2 persen,  kelompok perempuan ini berarti
mempunyai peran  multiple role sebagai ibu rumahtangga, petani dan peternak masih
mempunyai kegiatan tambahan sebagai pedagang, buruh serabutan, mencari pasir,
batu dan hasil hutan. Perbedaan  laki- laki dan perempuan dalam konstruksi
sosial budaya telah merugikan perempuan seperti melahirkan pembagian kerja yang
tidak seimbang, perempuan mempunyai beban kerja lebih berat apabila harus bekerja
mencari nafkah. Subordinasi terhadap perempuan dengan anggapan perempuan
memiliki kualitas rendah telah merugikan perempuan sehingga perempuan didorong
untuk bertanggungjawab pada tugas rumah tangga. Kegiatan rumah tangga tidak
menghasilkan uang/ upah dan kegiatan tersebut identik dengan perempuan bahkan
selayaknya menjadi kewajiban dan tanggung jawab perempuan. Kenyataan bahwa
perempuan harus bertanggung jawab atas seluruh beban kerja di rumahtangga
meskipun perempuan mampu memberikan sumbangan  pendapatan dari pekerjaan
di luar rumah tangga. Kerancuan dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek
sosial budaya dan status, serta peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan 
pada akhirnya menumbuhsuburkan banyak asumsi yang memposisikan perempuan
sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki perempuan ini muncul
dalam anggapan, laki-laki memiliki sifat misalnya assertif, aktif, rasional, lebih kuat,
dinamis, agresif, pencari nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang tekun.
Sementara itu di lain sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif, emosional,
lemah, statis, tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor domestik, tekun, dll
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain
sebagai berikut:
(1). Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga
dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga
dengan garis wanita (ibu).
(2). Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti
hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan
keluarga dengan garis pria (ayah).
(3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan
keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan
garis wanita (ibu).

Jadi status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya.
Contoh peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman 
sebagai berikut.
Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh pria, tetapi sekarang 
wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang menemani) 
apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang sudah dianggap
hal yang biasa.
Contoh peran gender yang dapat ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. 
Mengasuh anak, mencuci pakaian dan lain-lain yang biasanya dilakukan oleh wanita
(ibu) dapat digantikan oleh pria (ayah).
Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh
pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita (ibu).
Dikemukakan oleh Bemmelen (2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat 
pada pria dan wanita sebagai berikut.
 Perempuan memiliki ciri-ciri: lemah, halus atau lembut, emosional dan lain - lain.
Sedangkan pria memiliki ciri-ciri: kuat, kasar, rasional dan lain-lain.
Namun dalam kenyataannya ada wanita yang kuat, kasar dan rasional, sebaliknya ada pula
pria yang lemah, lembut dan emosional.
Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh masyarakat untuk pria dan 
wanita sebagai berikut:
  • Untuk Perempuan
a)      Ibu rumah tangga
b)      Bukan pewaris
c)      Tenaga kerja domestic (urusan rumah tangga)
d)     Pramugari
e)      Panen padi
  • Untuk Laki-Laki
a)      Kepala keluarga / rumah tangga
b)      Pewaris 
c)      Tenaga kerja public (mencari nafkah)
d)     Pilot
e)      Pencangkul lahan

Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan
ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka,
sebagai pilot, pencangkul lahan dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, 
peran gender tidak statis, tetapi dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: 
1)  Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut 
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun
 untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2)  Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan 
yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan 
urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan
 alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain.
Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik.
3) Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi
di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam
menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. 
(Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita 
Universitas Udayana, 2003).


BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1)  Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang 
yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia telah menjalankansuatu peranan.
2)  Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban 
individu dalam tingkah lakunya. Status social sering pula disebut sebagai 
kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
3)   Status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu 
dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma 
sosial dan nilai sosial budaya. 

Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan
pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat. Secara sederhana dapat dinyatakan 
bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan
karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya
gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang
bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.

B.Saran
Mengupayakan peranan wanita yang berwawasan gender, dimaksudkan untuk 
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai bidang kehidupan. 
Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau menghormati,
saling membantu, saling pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan
antara pria dengan wanita. 

Daftar Pustaka
http://ayonfriday.blogspot.com/2013/04/makalah-tentang-hubungan-antara-peran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar